PERAN SEKTOR LUAR NEGERI PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
Nama : Winda Novitasari
NPM : 19213325
Dosen : Sulastri
- Perdagangan Antar Negara
Perdagangan antar negara atau sering disebut dengan persagangan internasional
merupakan suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa antara satu negara dengan
negara lain yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Manfaat
dari perdagangan internasional ini adalah
-
Dapat memperoleh barang yang tidak diproduksi di negeri sendiri
-
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi produksi bagi tiap-tiap Negara
-
Memperluas pasar hasil produksi
-
Meningkatkan devisa
-
Meningkatkan teknologi
Faktor-faktor
yang mendorong perdagangan internasional adalah :
-
Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri
-
Keinginan untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan penerimaan negara
-
Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
mengolah sumber daya ekonomi
-
Adanya kelebihan kapasitas produksi dalam negeri sehingga perlu perluasan pasar
untuk menjual produk tersebut
-
Adanya perbedaan kondisi di setiap negara sehingga menyebabkan perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi
-
Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang
-
Keinginan untuk menjalin kerjasama, hubungan politik, dan dukungan dari negara
lain
-
Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negarapun di dunia dapat
memenuhi kebutuhan hidup sendiri.
- Peranan Perdagangan Luar Negeri bagi Pembangunan Ekonomi Indonesia
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi
mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu
dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan
modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk
investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard,
2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
- Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
-
Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru.Tujuan Pelita I adalah
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya.Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan
prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
-
Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.
Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.
-
Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelaksanaan Pelita III masih
berpedoman pada Trilogi Pembangunan, yang isinya:
- Pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepadaterciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan, yaitu:
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan
- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunankhususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
- Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
-
Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Titik berat Pelita IV ini adalah
sektor pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industry sendiri. Dan di tengah berlangsung
pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi di resesi. Untuk
mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan
keijakan moneter dan fiskal.
-
Pelita V (1 April 1989 sampai 31 Maret 1994)
Titik beratnya terdapat pada sektor
pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada
posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
-
Pelita VI (1 April 1994 sampai 31 Maret 1999)
Titik berat pada Pelita VI ini
ditekankan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian,
serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.Sektor
ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga
menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
- Hambatan Perdagangan Antar Negara
1)
Hambatan tariff
Tariff
adalah suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu komoditi luar negeri
tertentu yang akan memasuki suatu negara (komoditi impor ). Tarif sendiri
ditentukan dengan jumlah yang berbeda untuk masing- masing komoditi impor.
2)
Hambatan Quota
Quota
termasuk jenis hambatan perdagangan luar negeri yang lazim dan sering
diterapkan oleh suatu negara untuk membatasi masukkan komoditi impor ke
negaranya. Quota sendiri dapat diartikan sebagai tindakan pemerintahan suatu
negara dengan menentukan batas maksimal suatu komoditi impor yang boleh masuk
ke negara tersebut. Seperti halnya tariff, tindakan quota ini tertentu tidak
akan menyenangkan bgi negara pengekspornya. Andonesia sendiri pernah menghadapi
quota impor yang diterapkan oleh system perekonomian amerika.
3)
Hambatan dumping
Meskipun
karakteristiknya tidak seperti tariff dan quota, namun dumping sering menjadi suatu
masalah bagi suatu negara dalam proses perdagangan luar negerinya, seperti yang
dialami baru-baru ini dimana industry sepeda Indonesia di tuduh melakukan
politik dumping. Dumping sendiri diartikan sebagai suatu tindakan dalam
menetapkan harga yang lebih murah diluar negeri dibanding harga didalam negeri
untuk produk yang sama.
4)
Hambatan embargo / sangsi ekonomi
Sejarah
membuktikan bahwa suatu negara yang karena tindakannya dianggap melanggar hak
asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu negara, akan menerima atau
dikenakan sanksi ekonomi oleh negara yang lain (PBB). Akibat dari hambatan yang
terakhir ini biasanya lebih buruk dan meluas bagi masyarakat yang terkene
sanksi ekonomi dari pada akibat yang ditimbulkan oleh hambatan-hambatan perdagangan
lainnya.
- Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Neraca
pembayaran (balance of payment) adalah catatan transaksi antara penduduk suatu
negara dengan negara-negara lainnya. Terdapat 2(dua) jenis neraca pembayaran,
yaitu : neraca perdagangan dan neraca modal.
Transaksi
dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit
Adalah
transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke
luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang
menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit
Adalah
transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke
dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi
yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Situasi
neraca pembayaran selama empat tahun pelaksanaan Repelita V secara umum tetap
terkendali dalam batas-batas yang wajar. Perkembangan neraca pembayaran
tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekspor, impor dan arus modal luar
negeri.
Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V nilai ekspor secara keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 15,5% per tahun, dari US$ 19,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 35,3 miliar pada tahun 1992/93 (lihat Tabel V-1). Peningkatan pertumbuhan ini terutama berasal dari laju pertumbuhan ekspor non migas yang meningkat rata-rata 19,5% per tahun sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun 1992/93. Namun peningkatan laju pertumbuhan ekspor non migas yang pesat ini tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan gas alam cair. Selama kurun waktu tersebut, ekspor minyak bumi dan gas alam cair masing-masing hanya meningkat rata-rata sebesar 6,2% dan 11,8% per tahun, atau masing-masing menjadi sebesar US$ 6,4 miliar dan US$ 4,1 miliar pada tahun 1992/93.
Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V nilai ekspor secara keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 15,5% per tahun, dari US$ 19,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 35,3 miliar pada tahun 1992/93 (lihat Tabel V-1). Peningkatan pertumbuhan ini terutama berasal dari laju pertumbuhan ekspor non migas yang meningkat rata-rata 19,5% per tahun sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun 1992/93. Namun peningkatan laju pertumbuhan ekspor non migas yang pesat ini tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan gas alam cair. Selama kurun waktu tersebut, ekspor minyak bumi dan gas alam cair masing-masing hanya meningkat rata-rata sebesar 6,2% dan 11,8% per tahun, atau masing-masing menjadi sebesar US$ 6,4 miliar dan US$ 4,1 miliar pada tahun 1992/93.
Sementara itu, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan semakin
mantap sehingga semakin mampu berperan sebagai sumber penerimaan devisa utama.
Dalam tiga tahun terakhir ini, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor
keseluruhan terus meningkat dari 54,6% pada tahun 1990/91 menjadi 64,0% pada
tahun 1991/92 dan menjadi 70,3 % pada tahun 1992/93.
- Peran Kurs Valuta Asing
Kurs valuta asing sering
diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang
harus dikorbankan atau dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing
(dolar). sehingga dengan kata lain jika kita gunakan contoh rupiah dan dolar
maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah
yang harus dikeluarkan untuk mendapat satu unit dolar dalam kurun waktub
tertentu.
Masalah kurs valuta
asing mulai muncul ketika transaksi ekonomi sudah mulai melibatkan dua negara
(mata uang) atau lebih, tentunya sebai alat untuk menjembatani perbedaan mata
uang dimasing-masing negara.
Beberapa istilah yang biasanya
berkaitan dengan kurs valuta asing tersebut yaitu
Defresiasi adalah turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Afresiasi adalah naiknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Dengan demikian jika rupiah mengalami defresiasi (mengalami penurunan nilai maka mata uang dolar akan mengalami afresiasi.
Defresiasi adalah turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Afresiasi adalah naiknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Dengan demikian jika rupiah mengalami defresiasi (mengalami penurunan nilai maka mata uang dolar akan mengalami afresiasi.
Spot rate adalah nilai tukar yang masa berlakunya hanya dalam waktu 2×24 jam
saja. Sehingga jika sudah melewati batas waktu diatas maka nilai tukar tersebut
sudah tidak berlaku lagi.
Pada dasarnya ada tiga sistem
atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar valuta asing,
yaitu :
-
Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau patokannya.
-
Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran
bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun
dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates)
-
Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan
oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau
emas sebagai patokan.
Lepas dari semua itu, perubahan kurs suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya secara prinsip hanya disebabkan
karena adanya perubahan kekuatan permintaan dan penawaran terhadap mata
uang asing yang akan dipertukarkan, yang sebenarnya identik dengan
kekuatan permintaan dan penawaran akan komoditi yang diperdagangkan.
Perubahan permintaan dan penawaran pada
proses selanjutnya dapat mengakibatkan mata uang di dalam negeri
(rupiah) mengalami penurunan nilai/Apresiasi, dan dapat juga mengalami kenaikan
nilai/Depresiasi, kedua hal tersebut tergantung dari sebab-sebab perubahan
permintaan-penawaran valuta asing tersebut. Adapun sebab-sebab perubahan
tersebut diantaranya :
Perubahan selera masyarakat terhadap komoditi luar
negeri
Semakin banyak masyarakat Indonesia menyukai dan membutuhkan
barang luar negeri, maka kebutuhan akan mata uang asing ($) akan semakin
banyak pula untuk mendapatkan barang luar tersebut. karena permintaan
semakin banyak, secara grafik, kurva permintaan akan dollar akan bergeser
ke kanan dari keseimbangannya. Akibatnya nilai rupiah
mengalami penurunan, atau semakin banyak rupiah yang
harus dikorbankan untuk mendapatkan 1 unit $.
Perubahan iklim investasi dan tingkat bunga
Perubahan iklim investasi yang semakin aman dan menarik (PP
No. 22 1995 misalnya) dapat menyebabkan arus modal asing makin banyak
yang masuk, yang berarti penawaran modal asing berupa dollar
meningkat. Peristiwa ini akan mengakibatkan kurva penawaran dari dollar
akan bergeser ke kanan (naik).
Perubahan tingkat inflasi
Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan komoditi
ekspor kita kurang dapat bersaing di pasaran dunia, karena dengan
adanya inflasi yang tinggi harga ekspor akan terasa lebih mahal. Akibatnya
jarang yang mau membeli produk ekspor. Hal ini identik
dengan menurunnya penawaran dollar untuk membeli ekspor tersebut.
Iklim investasi
Prospek dan iklim investasi yang menarik (aman
dan tingkat penghasilan yang tinggi) di Indonesia akan turut
mempengaruhi banyak tidaknya penawaran dollar ke Indonesia. Semakin
menarik maka nilai rupiah akan semakin tinggi (apresiasi).
Masih banyak faktor lain yang dapat
menyebabkan rupiah depresiasi atau sebaliknya. Namun yang jelas kurs
(nilai tukar) yang saat ini berlaku adalah sudah mencerminkan keseimbangan
pasar, artinya kurs itulah yang menggambarkan kenyataan
perekonomian suatu negara saat ini.
Daftar
pustaka : http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/06/01/peran-sektor-luar-negeri-pada-perekonomian-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar